Plagiarisme di Era Digital

Sebuah respons terhadap, dan pertama kali dimunculkan di, artikel "Plagiarisme: Sebuah Pesan Buat Saya dan (mungkin) Buat Para Blogger Lain" oleh Oom JaF.

Sebuah bongkahan kecil pikiran untuk dikunyah (baca: a litte piece of thought to chew on): manakah yang lebih penting,

  1. dibayar untuk sebuah karya tulis, atau
  2. menyebarkan pemikiran yang terkandung dalam tulisan tersebut?

Bagi saya pribadi sih, yang kedua. Secara pribadi inilah alasan saya menggunakan sebuah Creative Commons License (seperti kotak ijo-item yang ada di sebelah kanan tulisan ini, agak ke atasan dikit kalo nggak salah). Bukannya yang pertama tidak penting, tentu bukan itu maksud saya. Tapi saya, untuk hal-hal tertentu, menganggap adalah lebih baik untuk "pemikiran" saya menyebar dan menginspirasi sebanyak mungkin orang untuk "berbuat sesuatu" (terutama ketika sesuatu itu adalah "baik"), ketimbang "pemikiran" saya terpendam di sebuah sudut untuk kemudian membusuk tak berguna, hanya karena saya "butuh sesuap nasi".

"Pemikiran-pemikiran" seperti apa? Tentunya "pemikiran-pemikiran" yang "besar" ;-)

Dan satu lagi mumpung kepikiran, mengenai teknologi pembatasan pengkopian (alias DRM dan segala anak turunannya) (harus diakui segala macam bentuk pembatasan terhadap pengkopian data adalah semacam DRM), seperti kata Bruce Schneier sang ahli kriptografi digital, trying to make digital data uncopyable is like trying to make water not wet.

Bukannya saya bilang berusaha menghasilkan uang dengan membuat karya kreatif di era digital adalah sia-sia. Ataupun bahwa mereka yang meminta karya mereka tidak diedarkan, paling tidak kecuali dengan pengakuan bahwa karya ini adalah karya mereka, adalah tidak etis. Sama sekali tidak. Permasalahannya jauh lebih berlapis dari ini, dan butuh sebuah pemaparan yang lebih mendalam dari yang dapat saya tuangkan di forum ini saat ini.

In other words, I'll write more Real Soon Now™ ;)

Comments

Popular posts from this blog

Yang kampungan tuh siapa?

Marlboro Red Rush "Kembali ke UUD '45"