'nostalgia' 'gerakan' mahasiswa

Semula dipublikasikan di mind-Dumpster tanggal 19 Mei 2005. Dipublikasikan ulang di Wacanaisme 1)karena sudah lama tidak posting :p, dan 2)untuk memenuhi janji pribadi...

From: "ferdikom98" <ferdi@p...>
To: fisip@yahoogroups.com
Date: Sun Jan 26, 2003 1:00 am
Subject: 'Nostalgia' 'gerakan' mahasiswa

Dulu pas gue baru masuk tahun '98, gue inget waktu itu lagi anget-angetnya gerakan mahasiswa di UI. Suharto baru turun, Wiranto lagi sering-seringnya disetan-setanin, Habibie makin menjadi-jadi tampang anehnya (bahkan memulai tren berpelukan jauh sebelum Teletubbies masuk Indonesia), dan Keluarga Besar UI alias KBUI lagi banyak-banyaknya kegiatan dan anggotanya. Belum lagi FAM-UI, Forkot, Famred, LMND, dan apa lagi lah.

Waktu gue ikut PPKBM FISIP begitu banyak 'pengetahuan' baru yang gue dapet, soal 'kehidupan buruh', soal Senat Mahasiswa UI dan 'ulah' si Rama (ketua Senat waktu itu), soal kehidupan mahasiswa FISIP, soal Neo-Liberalisme, soal Marxisme / Leninisme, soal Sosialisme, soal 'mahasiswa adalah rakyat'. Gue begitu 'kagum' dan 'te pesona' sampe-sampe gue hampir bisa disuruh 'perang' buat apa aja (hampir), asal ada embel-embel 'rakyat'-nya.

Gue inget 'kerusuhan' OPT pusat 1998. Gue inget yang di dalam Balairung bilang nyebut yang di luar Balairung adalah 'perusuh-perusuh kacau tanpa kendali', gue inget yang di luar Balairung ngomong yang di dalem 'tidak melakukan apapun tapi mengambil kredit'. Dan abis upacara wisuda beberapa hari kemudian, gue lupa diajak siapa tapi tau-tau udah nongkrong di lantai satu kost-an Ripi, di Barel Hukum, ngomongin soal apaan gue udah lupa sama sekali.

Gue inget long-march dari Salemba menuju DPR/MPR Senayan, sehari sesudah si Anas nabrakin mobilnya ke sejumlah tentara di Jalan Diponegoro. Dari jam 12 siang sampe enam sore, berdiri, duduk, ngedengerin orasi sampai mulai sepi jam 2 malam. Gue inget ketemu seorang senior, dan berbicara dengan dia dengan 'suara kecil', karena hukuman beberapa hari sebelumnya, entah karena kesalahan apa, yang jelas ada hubungannya dengan PraSar Kom. Gue inget tidur di lapangan parkir Atma Jaya sampe jam 2 malam, pas tiba-tiba anak-anak bilang ada beberapa bis gratisan yang menuju Depok.

Gue inget nongkrong di sebuah rumah yang katanya rumah Ratna Sarumpaet, ngobrol dengan orang-orang yang katanya dari beberapa universitas di Jabotabek, beberapa seniman, dan anak-anak PRD. Gue inget balik ke kampus jam 2 atau 3 malem, rame-rame nyarter Mikrolet ampe Depok.

Gue inget nyokap gue nangis pas gue nyampe rumah, berulang kali nanya 'kamu nggak apa-apa nak?' Gue inget ngerasa bingung, kok nyokap gue ngerasa kayak gue abis selamat dari bencana apaan 'dah?

Gue inget 'kafe tenda' KBUI, di samping stasiun UI. Gue inget nongkrong abis kuliah, ngobrol sembarang ngobrol mengenai apa aja: TimTim, Golkar, buruh, komunisme, gerakan mahasiswa, Beatles, BoyBand, VW Combi, Bali, model jins BootCut, apa aja. Gue inget 'kumpul tani '98.' Gue inget hujan deras di lapangan bola FISIP, di mana ada tenda yang di bawahnya berteduh puluhan petani dari 'berbagai pen guru Indonesia'.

Gue inget di akhir semester itu IP gue 0,8. Gue inget perasaan lemes gue pas untuk pertama kalinya dalam hidup gue ngeliat apa itu yang namanya DNS alias Daftar Nilai Siswa. Sekarang IPS gue 0,43 aja gue nggak bergeming, malahan jadi bahan candaan (IPK gue masih 2,12 sih, dan SKS gue udah 120, jadi nggak di-DO :)

Gue inget jalan sore, pas tahun '99 atau 2000 yah? Naik Feroza-nya Nicolo, niatnya pengen ke Atma tapi karena terblokir akhirnya nongkrong di YLBHI Salemba sampe jam 12 malam. Padahal gue sendiri niatnya waktu itu sekedar nebeng pulang, gara-gara cuma sedikit bis umum yang beroperasi. Gue inget besoknya nonton berita di RCTI si Yun Hap mati ditembak. Gue inget abang gue ngomong kalo dulu dia tuh temen SMA-nya.

Gue inget berita-berita di media. Gerakan mahasiswa ditunggangi. Gue inget paman gue, abangnya bokap gue, berulang kali ngomong, 'Jangan Demo! Mahasiswa sudah nggak murni!' Gue inget merasa panas waktu itu, entah kenapa. Padahal gue udah nggak pernah ikutan lagi.

Sekarang hampir lima tahun udah lewat. Sejak itu presiden udah tiga kali ganti. Harga masih terus melambung (walaupun harus diakui masih sedikit agak lebih pelan), persentase rakyat miskin bertambah. Elit politik berebutan kursi dan saling menjatuhkan. Isu Indosat, surat R&D, Ali Imron & Anshori. Sementara banyak EsMud bilang, Indonesia mulai pulih, pekerjaan bergaji tinggi mulai banyak, kesempatan-kesempatan mulai kelihatan. Pemerintahan Megawati mulai berkurang legitimasinya, kepercayaan rakyat akan kemampuannya memperbaiki keadaan negara menurun, dan kayaknya kemungkinan dia dijatuhin lagi ala Gus Dur udah mulai keliatan. Paling abis ini siapa gitu, mungkin Amien Rais ngecalonin dirinya, mungkin menang, dan kalaupun begitu paling yang lain juga bakal ikut-ikutan ngegoyang dia, and the cycle goes on.

Cak Nur pernah bilang di Kompas, gue lupa Kompas kapan tapi yah sama ajalah kapan dia ngomong dan dalam acara apa, konteksnya tetap dalam keadaan Indonesia pasca Orba, bahwa negara kita terlalu banyak politisi dan kekurangan negarawan. Gue sih belum pernah merasa ketemu sama yang namanya negarawan Indonesia, kalo pengertiannya seseorang yang peduli sama negara dan melakukan sesuatu yang konkrit dan berdampak sosial-politis yang konkrit pula.

Pas gue ikut demo-demo '98, kayaknya bukan Indonesia seperti ini deh yang gue bayangin. Bahkan kalo gue pikirin lebih dalem lagi, gue kayaknya nggak terlalu kebayang juga Indonesia seperti apa yang gue pengenin, apalai bagaimana cara ngewujudinnya. Gue inget dulu gue sebel banget-banget sama temen-temen gue yang selalu ngomong "ngapain demo, emang ngefek?" Seolah merasa bahwa mereka 'nggak melakukan apapun' sedangkan gue 'melakukan sesuatu'. Gue ngeliat ke belakang, terus ngeliat ke sekarang, dan gue mikir, apa sih yang udah dikerjain mahasiswa? Apa sih yang udah gue kerjain? Apa sih hasilnya? Indonesia seperti sekarang ini?

This nation's going down the drain, dan (contohnya) kebanyakan anak-anak SMP-SMA di malesbanget.com pada ngomong 'mari kita beramai-ramai pindah ke luar negeri dan biarkanlah Indonesia mati membusuk'. Gue pengen ngomong apa juga bingung. Gue percaya Indonesia masih bisa diselamatin, dan gue juga berharap masih ada manusia Indonesia yang sependapat dengan gue, DAN punya solusi konkrit untuk ngewujudinnya. Ada nggak sih?

Apalah, terserah. Gue pengen lulus. Gue pengen kerja. Gue pengen cari makan dan hidup kaya.

Sekedar curhat nggak jelas, sorry ngelantur, sorry ngeganggu:)

Kalo ditanya apa perasaan pendapat gue tentang Indonesia masih senegatif ini, gue akan cenderung bilang nggak. Iya, elit politik masih lebih sibuk rebutan kursi daripada ngebangun negeri, tapi paling nggak kiblatnya pemerintah nggak lagi ke arah satu kepentingan tunggal. Iya emang korupsi lebih merajalela, tapi paling nggak kebebasan berbicara udah mulai kita rasa.

Sayangnya masih kurang banyak yang mau bicara, karena sampai sekarang 'kita' masih tetep 'agak males-malesan' untuk mau 'bergerak'. But if I'm not gonna do anything about it then I shouldn't complain, now should I?

Beberapa kali ngobrol-ngobrol sampai pada kesimpulan 'mendingan kita mikirin gimana ngejaga kelakuan masing-masing'. Ada benernya sih, tapi gimana pas orang-orang berkuasa nggak ngejaga kelakuan mereka? Masa sekedar diobrolin doang? Trus kalo pengen ngelakuin sesuatu, apa?

Well until I can figure out what I can do for this great nation of ours, I'm just gonna try to be a decent person. If this is as good as our nation can be then so be it. It's a cool enough hangout place as it is. (I have a feeling things will get better though...)

I'm looking at the man in the mirror,
I'm asking him to change his ways.
You should stop now and take a look in the mirror.

If you wanna make the world a better place
take a look at yourself and make a

change.

- "Man in the Mirror," Michael Jackson

Comments

Popular posts from this blog

Yang kampungan tuh siapa?

Marlboro Red Rush "Kembali ke UUD '45"