Kompas : Paripurna DPR Putuskan RUU Pornografi

Kamis, 30 Oktober 2008 | 02:39 WIB | Jakarta, Kompas - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis ini, akan mengambil keputusan tingkat kedua atas Rancangan Undang-Undang Pornografi, menyetujui RUU disahkan menjadi undang-undang.

Sikap pro dan kontra masih terus mewarnai pembahasan RUU ini, bahkan di rapat pansus hari Selasa (28/10) malam, fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menolak pengesahan RUU menjadi undang-undang.
Baca artikelnya di sini.

Satu pertanyaan: bagaimana isi RUU yang akan disahkan? Apakah masih belum berubah dari teks RUU Pornografi tanggal 19 September 2008?

Satu lagi deh: koq kesannya mendadak sekali ya? Setelah paripurna tanggal 23 dibatalkan aku pribadi tidak pernah sempat adanya pemberitaan bahwa RUU ini akan kembali dibahas dalam waktu sedekat ini. Sempat aku baca bahwa tujuan penundaan tanggal 23 September adalah untuk dapat lebih menyerap aspirasi dari segala lapisan masyarakat. Dan bila teks yang disahkan masih sama dengan teks tanggal 19, aspirasi apa yang telah diserap?

Atau mungkin hasil pembahasan adalah tidak ada lagi hal baru atau tambahan yang dapat diserap dari masyarakat?

Tambah lagi: dapatkah kita mengacungkan pistol ke kepala seorang anak manusia, kemudian memerintahkannya, "jangan bernafsu!"? Kalau sekedar mengancam dan menghukum, tentu saja bisa. Tapi, apakah hukum dapat merubah apa yang ada di dalam benak manusia? Dapatkah manusia menghilangkan nafsu badaniahnya serta-merta karena telah diperintahkan oleh peraturan hukum?

Mungkin hukuman atas pelanggarannya dapat dijadikan hukuman mati; bila demikian maka undang-undang ini mungkin dapat secara signifikan mengatasi masalah kepadatan penduduk.

Update 31 Oktober 2008: Dan jadilah ia disahkan. Mari kita lihat apa yang akan terjadi dalam sebulan ke depan...

Comments

somemandy said…
"Tambah lagi: dapatkah kita mengacungkan pistol ke kepala seorang anak manusia, kemudian memerintahkannya, "jangan bernafsu!"? Kalau sekedar mengancam dan menghukum, tentu saja bisa. Tapi, apakah hukum dapat merubah apa yang ada di dalam benak manusia? Dapatkah manusia menghilangkan nafsu badaniahnya serta-merta karena telah diperintahkan oleh peraturan hukum?"

Isi UU-nya nggak berubah dari yg tanggal 19 september...katanya. Karena file UU nya belum masuk ke daftar lembar negara tuh di website DPR.

Tapi, gue nangkepnya beda dengan lo. Yg ditangkap bukan mereka yg merasa terangsang, tapi yang menjadi penyebab terangsang. Jadi, kalau ada ibu2 ngepel jongkok dan org yg melihatnya terangsang, si ibu2 itu akan kena pasal UU pornografi.

Jangan lupa, dalam UU ini termasuk pula tidak boleh men-download atau menyimpan materi porno dalam bentuk apapun: film, foto, teks....dan polisi berhak memeriksa laptop pribadi dan harddisk pribadi. Repot kan? Apalagi dengan batasan yg tidak jelas apa itu yg disebut porno dan apa yg tidak. Wong batasannya cuma...apa yg menimbulkan hasrat? Kalau gue tipe orang yang bangkit hasratnya karena liat orang basah kehujanan gimana? Kalau ada yang bangkit hasrat karena melihat ibu-ibu lagi gebuk kasur gimana? Lagi nyuci? Lagi menyusui anaknya?

Menurut gue UU ini sudah keterlaluan. Ini bukan UU pornografi, tapi UU invasi wilayah pribadi. Memang, kita bisa bebas berpikir. Tapi tanpa kebebasan mengungkapkannya? Buat apa? Dan memangnya, dengan batasan wilayah pribadi yang telah dilanggar seperti sekarang, rasanya kok tidak lama lagi mereka akan melakukan pengontrolan pikiran juga ya.

Ini sih penangkapan gue terhadap UU-nya. Mungkin interpretasi kita memang beda. Tapi kalau dicoba baca lagi, silahkan di:
http://www.lbh-apik.or.id/ruu-pornografi.htm

Oh, jangan sampai terlewat ketika membaca, dalam UU itu pemerintah juga berhak menutup internet. :-)

Popular posts from this blog

Yang kampungan tuh siapa?

Marlboro Red Rush "Kembali ke UUD '45"