Konsep 'diam' dalam kebudayaan Jepang: sebuah tanggapan

Saudara Dipo membuat essai seputar konsep diam dalam kebudayaan Jepang. Awalnya saya hanya ingin memberikan tanggapan singkat, tapi kemudian berkembang...

Sekilas-beberapa-kilas tanggapan balik:

Budaya disiplin di Indonesia mungkin sulit dikaitkan dengan budaya disiplin Jepang, yang berdasarkan diam (atau mungkin keheningan Zen), karena budaya disiplin Indonesia mungkin berakarkan pada budaya panutan/patriakal (baca: patronage; maksudnya hormat atasan, bedakan dengan paternalisme alias pengagungan terhadap figur orang tua pria).

Tentu pernyataan di atas adalah spekulasi murni; untuk menjadi definitif harus ada landasan penelitian terhadap akar 'budaya nasional' Indonesia. Belum lagi kalo kita mempertimbangkan 'Imagined Communities'-nya Benedict Anderson.

Kenapa memperhatikan Benedict Anderson? Karena Anderson mengemukakan sebuah teori mengenai peristiwa G30S (the Anderson Theory) bahwa dalang sesungguhnya peristiwa G30S adalah Soeharto sendiri. Saya sendiri sih lebih percaya pada penjelasan Chaos Theory, di mana pada tanggal 30 September 1969 baik PKI, CIA, Dewan Jendral, Soeharto, Soekarno, maupun AH Nasution masing-masing memiliki agenda yang sekaligus saling bertentangan maupun saling tumpang tindih.

Anw, balik ke topik pembicaraan (hehe), sekilas di dalam artikel di atas diimplikasikan bahwa komik 'timur' (baca: Jepang) ber-detail minimalis sedang komik barat (baca: Amerika/Eropa) berdetail mendalam. Yang pertama terpikirkan ketika membaca ini adalah: Tintin. Belum lagi kalo kita membicarakan tradisi komik lainnya seperti komik serial detektif Lupin. Atau bahkan gaya graphic novel kontemporer, yang masih bergaya siluet dan terlihat "relatif" minimalis bahkan pada komik-komik yang baru.

Di lain pihak, saya cenderung setuju bahwa keheningan memang menimbulkan kenikmatan tersendiri. Seperti saat ini, ketika saya mengetik di tengah keheningan malam, dengan ditemani getaran kipas CPU dan dentingan tuts papan ketik...

Comments

Anonymous said…
yo fer,

ngomong2 soal komiks, gue sepakat bahwa sebenarnya sulit untuk mengatakan bahwa komik Jepang pasti minimalis, dan komik Barat pasti penuh detail. Nggak begitu juga. Sebenarnya gue cuman pengen bilang bahwa ada kecenderungan dalam komik-komik Timur untuk menggambar dengan menyediakan banyak ruang kosong untuk imajinasi. Itu aja sih.

Menegni konsep diam dalam kebudayaan Jepang, ada satu tambahan buat lo. Konon katanya diam itu terkait erat dengan kemaskulinan. Perhatikan saja tokoh-tokoh jagoan dalam film samurai Jepang: pendiam semua kan?

hehehehe...

Jepang emang sialan!

Dipo
Anonymous said…
hahahah...komentarnya asik!
diam biar orang lain gak bisa nebak dia lagi mo ngapain sepertinya gitu :D

Popular posts from this blog

Yang kampungan tuh siapa?

Marlboro Red Rush "Kembali ke UUD '45"